Selasa, 02 September 2008

KABUT ASAP DI MATA MASYARAKAT DAYAK / SMOKE IN THE EYES OF DAYAK PEOPLE

Oleh: Unriu Ngubel

Kalimantan merupakan pulau terbesar di Indonesia berbatasan langsung dengan Malaysia dan Brunei Darussalam di dua propinsi yakni Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat disamping Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Pada musim kemarau di Kalimantan terjadi kebakaran lahan besar-besaran. Mengapa? Penduduk asli semua propinsi tersebut adalah suku Dayak. Umumnya mata pencaharian mereka adalah berladang dengan sistem berpindah-pindah dilakukan nenek moyang dulu pada lahan berbukit-bukit. Polanya adalah membuat ladang di suatu tempat lahan kering dari mulai menebas, menebang kemudian dikeringkan dan dibakar, dibersihkan dan ditamani padi dan bersamaan dengan itu ditanami karet dan tanaman lainnya untuk menjadi kebun buah/karet dan hutan kembali. Begitu seterusnya rotasi selama 6-7 tahun berikutnya lahan yang awal dibuka bisa dibuatkan ladang kembali atau ada juga lahan tersebut seterusnya dijadikan kebun buah-buahan misal durian, cempedak, papakan dll termasuk kayu untuk bahan rumah yang di masing-masing muka berbeda penanamannya.

Pada awalnya siklus tersebut berjalan dengan baik dan tidak ada masalah. Dengan adanya perubahan perkembangan zaman Orde Baru sampai sekarang masuklah pengusaha-pengusaha hutan dengan seizin pemerintah pusat mengeksploitasi hutan-hutan Kalimantan dengan jaminan bahawa mereka akan mereboisasikan kembali dengan istilah Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan mengantongi izin Hak Pengusaha Hutan (HPH) para pengusaha tersebut membabati hutan Kalimantan kemudian membakarnya dan menanam kembali dengan bibit hutan baru seperti singon, mahoni, jati akasia dll, yang pada dasarnya tidak cocok dengan tanah Kalimantan dan tidak berhasil.

Disamping pembakaran lahan dengan dalih HTI, sekarang muncul suatu yang baru yakni izin perluasan areal perkebunan sawit terutama di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Perluasan perkebunan sawit ini juga membuktikan lahannya harus dibakar besar-besaran. Sejalan dengan itu penduduk yang ada juga tetap berladang dengan tetap juga membersihkan lahan ladangnya dengan dibakar. Pembakaran hutan tersebut dilakukan pada saat musim kemarau dan secara bersamaan dengan itu terjadi kebakaran-kebakaran di lahan HTI dan perluasan perkebunan sawit tadi. Akibatnya terproduksilah asap besar-besaran sampai ke Malaysia dan Singapura. Pemerintah mengatakan bahwa peladang berpindahlah biang dari asap tersebut karena peladang berpindah tidak punya izin untuk membuka lahan.

Pada awal tulisan ini dikatakan bahwa suku Dayak yang sejak nenek moyang memang berladang dengan cara membakar lahan tetapi melakukannya dengan hati-hati.. Pembakaran lahan (jewe) harus dipilih harinya yang baik. Lahan yang akan dibakar harus diisolasikan dulu dengan cara dibersihkan sekelilingnya sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan api keluar dari areal yang dibakar. Disamping itu juga ada manusia-manuasia yang merupakan kearifan lokal dan diyakini bisa membatasi api untuk tidak keluar dari lahan usakan. Pada saat membakar dilakukan juga secara bergotong-royong dengan tentunya yang berdekatan, dan selanjutnya menjaga proses pembakaran sampai habis dan itu berlangsung antara 1-2 jam tergantung dari luas lahan yang dibakar. Selesai pembakaran sampai esok harinya tidak ada lagi asap dari ladang yang telah dibakar tersebut. Pertanyaannya adalah dari manakah asap yang setiap tahun menjadi momok yang kabutnya menyelimut Kalimantan sampai ke Malaysia dan Brunei itu? Itu adalah produksi dari pengusaha HPH dan Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit. Mereka berdalih membersihkan lahan dengan mengambil kayu-kayu yang ada, kemudian membakarnya secara besar-besaran dan kemudian menanaminya dengan kulit atau kayu yang baru dan semuanya bukan tanaman Kalimantan.

Disamping itu juga kalau perluasan perkebunan sawit tersebut di lahan Gambut, maka kebakarannya akan lebih besar dan lebih lama karena struktur lahan gambut yang ikut terbakar juga adalah tanahnya. Oleh karena itu sebagai warga Dayak sangat berkeberatan atas tuduhan bahwa merekalah yang menciptakan asap tersebut. Suku Dayak membakar lahan ladang mereka selama 1-2 jam saja. Lahan mereka tidak ada yang lebih dari 2 Ha dan suku Dayak melakukan pembakaran dengan sangat
hati-hati dan terkendali baik dengan cara kasat mata maupun secara mistik. Oleh karena itu diharapkan agar pemerintah dari pusat sampai daerah yang telah melempar tuduhan tersebut bahkan telah membuat peraturan pemerintah tentang pelarangan pembukaan lahan tersebut bisa menarik kambali tuduhannya dan memberikan pengecualian bagi masyarakat lokal dalam mengolah lahan ladangnya sesuai dengan kebiasaan asal.

Kebijakan dan kearifan masyarakat Dayak dalam mengolah lahan ladang telah ada sejak zaman nenek moyang dulu. Kerusakan alam Kalimantan yang terjadi sekarang adalah akibat kerusakan para pemodal besar yang ingin mengumpulkan kekayaan lebih banyak lagi yang pajak kekayaannya banyak untuk pembangunan di Pulau Jawa dan korupsi oleh para pejabat.

By: Unriu Ngumbel

Kalimantan is the biggest island in Indonesia that straightly bordered with Malaysia and Brunei Darusalam. The indigenous people in this island is the Dayak tribe. In dry season, this island experiences a big conflagration. The question is why it can happened? The Dayak people work in agriculture with moving system that has been done since the time of their ancestor at the hilly land. The system is to cleaning the area, cutting down the trees, burning, drying then doing the reforestation, and it is done continuely, until 6-7 years later the first land can be reused. It is use for planting fruits such as durian, jackfruit, including wood
with various ways of planting which been use for building house.

At the first time, it worked well and had no problem, but it has changed since the new era because there are lots of corporations with government’s licenced that exploits the forest. They guarantee that they will do reforestation, in the term of Hutan Tanaman Industri (HTI), and with the forest licence, called HPH (Hak Pengusaha Hutan) they are permitted to cut down the trees. Unluckily, they do reforestation with the new seeds which are unsuitable for the land, such as mahoni, jati akasia,etc, so it is failed. Besides HTI, nowadays it appears a new system. This new system gives a licensee to expand the area for coconut tree in West and East Kalimantan. This expanding proves that the burning areas are increasing. Meanwhile, in the path of it, the indigenous people keep changing the area into the agricultural land. They do it at the dry season, and in the same time the corporation with HTI also do the same. Therefore, a huge smoke is produced, and reaches Malaysia and Singapore. Then, the government says that the main cause of it is the moving agricultural system because it has no licence to open the land.

At the beginning of this writing said that the Dayak tribe has done the moving agricultural system since a long time ago. They burn the forest, but they do it carefully. It is a compulsory that they have to choose the good day for doing it. The area that wants to be burned has to be isolated by cleaning the area. They also believe some people can border the fire, so it won’t spread everywhere. In the burning process, the people works together keeping the process so that it works well. It takes time around 1-2 hours, depends on the wide of the area. After the burning process, there is no smoke at all. So, the question is; where does the smoke come from?

It is a result from the HPH corporation and coconut industry. They say they clean the forest, take the lumber, burn it, then plant new trees, but in fact they plant trees which are unsuitable for Kalimantan’s land. Beside that, if the expanding is done in Gambut area, the fire will be bigger and longer because the structure of Gambut area will burn the soil too. Because of that, the Dayak people do not want to be blamed. They burn the area just for 1-2 hours carefully, and it is less than 2 Hectare. Therefore, they hope both the central government and local government that have blamed them, take that accusation back and return their right to maintain the land.

The wisdom and kindness of Dayak people in maintaining their land has been owned since a long time ago. The nature destruction that happened in Kalimantan nowadays is the result from the corporation owners who just want to collect their wealth more and more and use the tax to develop only Java island and also took corruption with the